Pengabdian Sampai Akhir : Mencari Makna dan Keberkahan dalam Setiap Langkah
Oleh: Dia Fauzia Rahman
Kalau kita coba membuka lembar-lembaran kumpulan hadits,
akan kita temukan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih
Bukhari, No. 6607 menyatakan, “Sesungguhnya setiap amalan tergantung akhir
(penghujungnya).” Hadits ini mengandung makna dan pesan yang sangat mendalam
mengenai pentingnya menjaga keikhlasan dan konsistensi dalam setiap tindakan
kita hingga akhir hayat.
Di tengah riuhnya
kehidupan modern saat ini, dimana tayangan dari media sosial hilir mudik hadir
di depan muka kita yang serba cepat dan berubah-ubah, ada satu hal yang yang
harus tetap teguh kita tanamkan dalam sanubari kita dan juga orang-orang
tercinta yang ada disekitar kita termasuk semua amanah yang dititipkan kepada
kita dalam menyikapi etos kerja yang harus dimiliki adalah pentingnya pengabdian
dan dedikasi terbaik kita jalani sampai akhir hayat tidak mengenal kata lelah. Setiap orang kalau dapat mengikuti dan mencontoh
Nabi Ibrahim sebagai orang- mulia dari penghulu ummat yang memiliki do’a "dan
jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang)
kemudian," (QS. Ash-Shu'ara [26]: 84) tentu akan dapat lebih mudah
menghadapi godaan dan tantangan dalam pengabdiannya dalam masyarakat.
Setiap orang hendaknya memulai
perjalanan hidup dan etos kerja dengan niat yang kuat untuk mengabdikan diri,
baik dalam profesi maupun dalam tugas sosial, mengemban sebuah amanah yang
berat. Seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam ajaran "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso", menjadi teladan
bagi yang lain dan selalu meningkatkan diri adalah kunci dari sebuah pengabdian
yang tulus.
Pengabdian bukan
sekadar sebuah pekerjaan atau kewajiban, tetapi lebih dari itu. Ia mencakup
nilai-nilai yang mendalam seperti integritas, ketekunan, dan rasa tanggung
jawab yang mendalam. Saat seseorang mengambil keputusan untuk mengabdikan hidupnya
untuk sebuah tujuan, ia tidak hanya memberikan waktu dan tenaga, tetapi juga
hati dan pikirannya.
Sebagai contoh, di
dunia pendidikan, seorang guru yang memiliki azzam yang kuat untuk
mengajar dengan penuh dedikasi akan memberikan lebih dari sekadar pelajaran.
Mereka menanamkan nilai-nilai kehidupan kepada murid-muridnya, menjadi panutan
yang selalu memberi contoh yang baik, sesuai dengan prinsip "Ing Ngarso Sung Tulodho". Mereka tidak
hanya mengajar untuk memenuhi tugas, tetapi mengajar dengan hati untuk
membentuk karakter anak didiknya.
Di sektor pelayanan
masyarakat, seorang pejabat atau petugas publik yang memiliki tekad untuk
mengabdikan diri dengan integritas akan berusaha melayani masyarakat dengan
segenap kemampuan dan kejujurannya. Mereka menunjukkan teladan yang positif,
membangun kepercayaan dengan konsistensi dan kejujuran, sebagaimana yang
diajarkan dalam "Ing Madya Mangun Karso".
Pengabdian yang
sungguh-sungguh tidak mengenal batas waktu atau usia. Bahkan ketika memasuki
masa pensiun, semangat untuk memberikan manfaat dan berkontribusi bagi
masyarakat tetap menyala. Seseorang yang mengabdikan diri hingga akhir
menunjukkan ketabahan dan kesetiaan pada nilai-nilai yang dipegang teguh.
Di balik semua itu,
pengabdian yang tulus bukanlah tanpa tantangan. Terkadang, ada godaan untuk
mengambil jalan pintas atau meninggalkan amanah yang diemban. Namun,
orang-orang yang benar-benar berkomitmen untuk mengabdi menghadapi tantangan
itu dengan keberanian dan keteguhan hati.
Dalam perjalanan menuju
pengabdian yang sejati, kita juga belajar untuk terus mengasah diri,
meningkatkan kualitas pribadi, dan selalu siap untuk belajar. Semua itu adalah
bagian dari pembelajaran sepanjang hidup, yang sesuai dengan ajaran Ki Hajar Dewantara
tentang "Ing Madya Mangun Karso, Ing Ngarso Sung Tulodho dan Tut Wuri
Handayani”.