WAR TIKET MATA PELAJARAN PILIHAN
Oleh : Yola Nurkamil,S.Pi.,M.Si
Guru SMKN PP Cianjur
Kurikulum
Merdeka memiliki ciri khas dibandingkan kurikulum sebelumnya, yaitu murid
memilih mata Pelajaran pilihan sesui dengan jurusan yang akan dia pilih saat
mereka kuliah nanti. Mata Pelajaran itu idealnya bisa diakomodir oleh sekolah
sesuai dengan minat murid. Namun ternyata tidak semudah itu. Banyak hambatan
saat Keputusan tersebut diterapkan dilapangan. Kombinasi mata Pelajaran yang
dipilih murid ternyata sangat beragam, sehingga saat dimasukkan ke dalam rombongan
belajar, terbentuk rombongan belajar yang banyak dengan jumlah murid didalamnya
yang sedikit. Belum lagi jumlah guru yang tersedia di sekolah tersebut tidak
sebanding dengan murid yang memilih mata Pelajaran tersebut, banyak mata
pelajaran yang dipilih tidak serta merta jumlah gurunya tesedia sesuai dengan
jumlah murid. Efek domino ini yang mungkin tidak atau belum terpikirkan oleh
para pembuat kebijakan.
Berdasarkan
pengalaman pada tahun pertama dan kedua penerapan kurikulum tersebut,
dilakukanlah Langkah antisipasi. Sekolah membuat paket mata Pelajaran pilihan
yang dapat dipilih oleh murid dengan harapan semua murid bisa masuk ke dalam rombongan
belajar yang sudah disediakan dan jumlah guru yang tersedia bisa efektif
melayani murid yang ada artinya kewajiban jam mengajar guru bisa terpenuhi.
Setelah
paket tersebut dibuat, murid ternyata harus “WAR TIKET” untuk dapat masuk ke
rombongan belajar yang mereka inginkan. War tiket tersebut sudah ditentukan
waktunya dan memang harus cepat untuk mendapatkan rombongan belajar yang
diinginkan apalagi bila rombongan belajar yang tersedia kuotanya sedikit
peminatnya banyak. Ini adalah pengalaman pertama saya war tiket di SMA tempat
anak saya menimba ilmu. Untuk memperoleh tiket tersebut kami mencoba
menyediakan wifi dan perangkat terbaik yang sanggup kami siapkan.
Pada saat
pelaksanaan 2 jam sebelum pukul 09.00 (waktu yang ditentukan oleh sekolah untuk
melakukan war tiket) anak saya sudah siap didepan laptop. Sambil berdoa saya
mendampinginya. Pada pukul 09.00 kita log in dan mencoba memilih rombongan
belajar yang diinginkan, tapi ternyata gagal begitupun rombongan belajar
alternatif yang kedua, akhirnya dengan sangat berat hati anak saya memilih
alternatif rombongan belajar yang masih kosong. Betapa kecewanya anak saya saat
gagal masuk ke rombongan belajar yang diinginkan. Saya coba membesarkan hatinya
dan menyakinkan anak saya bahwa ini memang pilihan terbaik menurut Allah untuk
kita.
Saya juga
mencoba berkonsultasi dengan guru BK, menanyakan apakan bisa pindah rombongan
belajar atau tidak, ternyata tidak. Saya pun sempat ngobrol dengan beberapa
rekan dan ternyata perangkat yang digunakan berpengarauh terhadap koneksi dan
kecepatan mamilih rombongan belajar. Perangkat dengan merk tertentu ternyata
lebih mudah masuk, ada juga yang menyebutkan bahwa ada tiket spesial buat
murid-murid tertentu. Entahlah mana yang benar.
Melihat
anak kecewa saya juga sebenarnya ikut kecewa, ada beberapa pertanyaan didalam
benak saya yang mungkin tidak ada jawabannya. Apakah memang harus seperti ini sistem
yang dibangun? Apakan fair cara seperti ini untuk mental murid? Apakah sekolah
benar-benar merasa sudah bisa memfasilitasi minat dan bakat murid dengan cara
seperti ini? Apakah malah tidak sebaliknya? Pernahkan sekolah berfikir berapa
banyak anak yang kecewa dan menjadi kalah sebelum bertanding gara-gara hal
tersebut? Saya sangat paham memang repot pastinya mengatur dan menyesuaikan
kebijakan yang harus dijalankan dengan kondisi yang ada di sekolah. Tapi bila
Kembali ke tujuan kurikulum Merdeka, apakah tujuan kurikulum tersebut bisa
tercapai? Wallahualam bishowab. Ini hanya celotehan seorang ibu yang bingung
dengan sistem yang ada sekarang. Semoga menjadi pemikiran bersama para pembuat
kebijakan dan ada solusi terbaik untuk mengatasi semua masalah pendidkan yang
ada di negeri ini. Aamiin. (ummyola)





