HARI KEBANGKITAN NASIONAL

HARI KEBANGKITAN NASIONAL

HARI KEBANGKITAN NASIONAL

Dia Fauzia Rahman


Guru Produktif ATPH SMKN PP Cianjur

Hari ini, tepat 114 kalinya Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional setiap tanggal 20 Mei, setiap tahun hari besar nasional ini seharusnya diperingati oleh segenap rakyat Indonesia dengan berbagai kemeriahan dan perayaan.

Lahirnya hari kebangkitan nasional ini dilatarbelakangi peristiwa berdirinya organisasi bernama Boedi Oetomo. Organissi yang melakukan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan menjadi pelopor kebangkitan nasional yang digawangi oleh dr. Soetomo dan mahasiswa STOVIA lainnya.

Boedi Otomoe adalah perintis organisasi modern di tanah air yang menanamkan rasa nasionalisme sehingga perjuangan yang awalnya bersifat kedaerahan menjadi menasional dengn tujuan utamanya adalah kemerdekaan.

Momentum ini memang tepat dijadikan Hari Kebangkitan Nasional sebab ternyata organisasi besar pemantik kekuatan ummat seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah dan Indisce Partij pun terinspirasi dan dipelopori oleh Boedi Otomoe ini.

Namun ada yang mengganjal pikiran penulis terkait peringatan hari besar nasional ini, setidaknya itu dirasakan saat melihat kalender yang terpampang di dinding ruang kerja kami, ternyata tanggal 20 Mei tidak ditandai dengan warna merah yang biasa dilakukan sebagai hari besar nasional lainnya ditambah suasana perayaan yang dilaksanakan ditempat kerja dan lingkungan sekitar yang tidak dirasakan kebermaknaannya.

Kalau menelisik sejarah yang melatar belakangi penulis merasakan betapa besarnya pengaruh Boedi Oetomo ini terhadap bangsa dan Negara ini karena merupakan tonggak perjuangan negri ini dalam meraih kemerdekaan. Sejarah sebesar ini rasanya tidak layak kalua hanya diperingati biasa-basa saja. Seperti hanya dengan memerintahkan berpakaian tertentu saja. Kenapa tidak dirayakandengan meriah seperti perayaan hari Kemerdekaan Indonesia yang selalu kita peringati pada setiap tanggal  17 Agustus ? sehingga maknanya, pesan moralnya dapat dirasakan oleh segenap masyarakat Indonesia terutama generasi muda.

Kalau saja perayaan yang penulis maksudkan dianggap hanya merupakan kegiatan seremonial belaka tidak mengapa, bukankah perayaan seremonial dilakukan pada perayaan hari besar lainnya yang sebenarnya perayaan itu ada merupakan hasil perjuangan dari para tokoh yang memperjuangkan hari kebangkitan nasional ini.

Bukankah pencetus hari besar nasional ini adalah sosok orang nomor satu pada pemerintahan orde lama Bapak Ir. Soekarno yang beliau sampaikan pada pidato 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan.

Fakta dilapangan terkait lemahnya perayaan Hari Besar Nasional Hari Kebangkitan Nasional sebagai rulmodel/panutan yang merupakan “perintis” awal perjuangan yang ada di tanah air sebenarnya melawan kodrat keumumman/kebiasaan alamiah yang seharusnya terjadi dari sebuah kondisi yang dinamakan “perintis” tapi kemudian dimarginalkan. Coba kita bandingkan dengan nasib perintis-perintis lainnya saat ini.

Untuk menghindari mis-persepsi penulis mencoba  memberikan ilustrasi terkait nasib “perintis” saat ini dengan mengambil contoh produk yang ada dimasyarakat.“Aqua”, bukankah produk ini merupakan perintis  kemasan air putih tanpa rasa di tanah air, kita tahu awalnya minuman kemasan ini dicemooh dan dicibir masyarakat dan lembaga konsumen yang ada, sekarang ? Bukankah   minuman kemasan ini menjadi minuman kemasan terkemuka. Meskipun setelahnya banyak terlahir produk-produk sejenis dengan kualitas yang jauh lebih baik sekalipun masyarakat sudah terlanjur mempercayai produk ‘Perintis’ ini sehingga “Aqua” tetap menjadi minuman yang tidak tergantikan. Itulah seharusnya nilai perintis dimaknai, tidak seperti “Hari Kebangkitan Nasional” yang merupakan “perintis” dari berbagai perjuangan lainnya dalam mencapai kemerdekaan Indonesia yang kurang dimaknai kalah dengan perayaan hari besar nasional lainnya yang merupakan pengekor dan bukan “perintis” perjuangan  yang dirayakan dengan arak-arakan masa.

Hari Kebangkitan Nasional ini sebenarnya tepat kalau dijadikan momentum kebangkitan bangsa Indonesia dari keterpurukan berbagai lini kehidupan akibat wabah Covid-19.

Share this Post:

Leave a Comment